Mungkin akan ada yang tidak
senang ketika membaca artikel ini, mungkin juga tidak. Tapi, sebelum jauh saya
menuliskan artikel tentang puasa ini, lebih dulu saya beritahukan bahwa tulisan
ini hanyalah pemikiran, sudut pandang atau “map” saya pribadi mengenai apa itu
puasa yang belum tentu benar dan tidak harus dibenarkan. Selain itu perlu juga
diketahui, bahwa saya bukanlah orang yang paling ahli untuk “menterjemahkan” tujuan
dari puasa, seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa artikel ini hanyalah
sudut pandang saya pribadi yang belum tentu benar, dan pada akhirnya saya
kembalikan lagi kepada para pembaca dalam memahami maksud dari sebuah ibadah,
yang dalam hal ini yang dimaksud adalah Puasa.
Dalam islam telah diwajibkan
beberapa ritual ibadah, yang salah satunya adalah berpuasa, Puasa telah menjadi
kewajiban bagi orang yang beriman, seperti yang telah dijelaskan dalam
Al-qur’an, namun pernahkan kita bertanya, kenapa puasa menjadi salah satu kewajiban
untuk dilakukan? Apakah Kekuasaan Tuhan menjadi berkurang bila kita tidak
berpuasa? Kalau tidak, kenapa Nabi harus capek-capek
menyuruh umatnya untuk berpuasa seperti yang diperintahkan oleh Tuhan?
Puasa, bukanlah sebuah
ritual ibadah sederhana yang hanya sekedar tidak makan dan minum di waktu
tertentu, bila hanya sekedar itu saja, saya yakin banyak manusia yang akan
mampu menjalaninya. Gampangnya saja, berapa banyak orang yang lupa makan hanya
karena kesibukannya sehari-hari? Banyak, tapi mereka tidak terhitung sedang
berpuasa, karena memang puasa bukan hanya sekedar menahan makan dan minum.
Seperti yang telah
dijelaskan juga oleh Nabi dalam sebuah hadist, “Betapa
banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut
kecuali rasa lapar dan dahaga.” HR. Ath Thobrani
Sebagai manusia yang telah
mencapai Kesadaran yang tinggi, Nabi telah mengetahui bahwa masih ada banyak
manusia yang butuh diarahkan untuk mencapai Kesadaran tersebut, dan Puasa
adalah salah satu cara memperluas Kesadaran. Dengan berpuasa, manusia “dipaksa”
melatih diri untuk mengendalikan egonya.
Sebelum itu, saya mau
membedah sedikit kata-kata “mengendalikan ego”, bila direnungkan kata-kata ini
memiliki arti bahwa ada subjek yang mengendalikan (Diri) dan ada objek yang dikendalikan (ego). Ego suka
menuntut untuk dipenuhi kebutuhannya, keinginan-keinginan datang/muncul dari
ego ini, jadi apabila ada keinginan-keinginan membicarakan hal yang tidak ada
faedahnya, keinginan menjelek-jelekan orang lain, keinginan untuk memfitnah
orang lain, keinginan untuk cepat-cepat berbuka puasa, keinginan untuk
dihormati, keinginan untuk kejelekkan pada orang lain, dan keinginan-keinginan
lainnya adalah cerminan ego. Lalu apakah lebih baik kita tidak usah sama sekali
memiliki ego? Saya tidak bilang begitu, dan bukan tujuan saya membahas itu,
saya hanya mengatakan bahwa Puasa adalah cara untuk mengendalikan ego tersebut,
lagipula mengendalikan bukan berarti menghilangkan sama sekali kan?
Satu hal lagi yang perlu
diketahui, mengendalikan bukanlah menahan, karena menahan ego sama halnya
seperti menahan sebuah PER, yang apabila dilepas, maka PER itu akan mental
kembali.
Dari sinilah seharusnya
orang-orang yang berpuasa dapat menyadari adanya jarak antara dirinya dengan
egonya, sehingga setelah berpuasa selama sebulan penuh, seseorang dapat menjadi
manusia yang lebih sadar dan dapat mengontrol egonya sendiri setelahnya, karena
sudah menyadari bahwa ego bukanlah dirinya, dan dirinya bukanlah ego. Dan dari
sinilah kita dapat melihat ego yang “sakit” yang telah memendam energi negatif
seperti dendam, amarah, dan lain sebagainya yang telah menjauhkan kita dari
Kesadaran Tinggi. Apakah sekarang sudah mulai terlihat bahwa sebenarnya
manusialah yang membutuhkan puasa?
Nah, kembali lagi pertanyaan
ini muncul, selama ini kita berpuasa hanya sekedar “menjalani kewajiban” atau
sudah menjadi kebutuhan? Perbedaannya adalah, ketika pikiran kita melakukannya
hanya sekedar kewajiban belaka, bisa jadi selama ini kita berpuasa tidak
menyadari esensi daripada puasa itu sendiri, namun bila kita berpuasa karena
kebutuhan, boleh jadi kita berpuasa tidak hanya sekedar menahan lapar dan haus
saja, namun telah melampui itu ke esensi yang lebih tinggi.
Maka, kita “dipaksa” untuk
berpuasa karena sebenarnya kita membutuhkannya, agar kita menyadari hal-hal
yang sebelumnya belum kita sadari.
0 comments:
Post a Comment
Komentar anda menunggu moderasi dari kami sebelum muncul, Terima kasih.